SISTEM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
Sunber :https://www.scribd.com/doc/211948367/Makalah-Pkn-Tentang-Tenaga-Kerja-Indonesia
PENGERTIAN TENAGA KERJA
Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun masyarakat.
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan
dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan
masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga
kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya
dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada
perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja
karena adanya pentahapan kepesertaan.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang
wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan
orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu
mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan
dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan
atau bersifat dasar, dengan bersaskan usaha
bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam
jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
JENIS
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA
Menurut
Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga ) macam, yaitu :
1. Perlindungan ekonomis, yaitu
perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila
tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan sosial, yaitu :
perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
3. perlindungan teknis, yaitu :
perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.
Ketiga
jenis perlindungan di atas akan di uraikan sebagai berikut :
1.
Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja sebagaimana telah
dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan sosial karena
ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan
pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan
pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan
tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak
asasi.
Karena sifatnya yang hendak mengadakan ”pembatasan” ketentuan-ketentuan
perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya
bersifat ”memaksa”, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan
perlindunga sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang
perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan
sosial ini merupakan ”hukum umum” (Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana.
Hal ini disebabkan beberapa alasan berikut :
- Aturan-aturan
yang termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seorang
saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat.
- Pekerja/buruhIndonesia
umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi
hak-haknya sendiri.
Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga
pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan
kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan
”dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak
melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial
sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No 13 Tahun 2003.
2.
Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis,
yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk
kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.
- Bagi
pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat
memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir
sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
- Bagi
pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan
dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha
harus memberikan jaminan sosial.
- Bagi
pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk
mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitas. Ibid, hal 84
Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU
No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan
pelaksanaan undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan
Hindia Belanda masih dijadikan pedoman dalam pelaksanaan keselamatan kerja di
perusahaan. Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut : Ibid,
hal 84
- Veiligheidsreglement,
S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan S. 1931
No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan
Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang
keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja.
- Stoom
Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930.
- Loodwit
Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian
timah putih kering.
3.
Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial
Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti
halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial
berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh
peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari
tua dan meninggal dunia.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah
merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang (
jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan
kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.
Jaminan
sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor. 3 Tahun 1992
adalah :
Merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari
majikan. Pada hakikatnya program jaminan soisal tenaga kerja dimaksud untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang
sebagian yang hilang.
Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek
antara lain : Indonesia, (Undang-undang jaminan soail tenaga kerja, 3
Tahun 1992.)
- Memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal bagi tenaga kerja
beserta keluarganya.
- Merupakan
penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga
pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan
kerja terjadi resiko – resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua
dan lainnya.
Jenis – Jenis Jaminan Sosial tenaga kerja
1. Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang
dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian
atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya
jaminan kecelakaan kerja.
2.
Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan
mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan
sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan
jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya
pemakaman maupun santunan berupa uang.
3.
Jaminan hari Tua
Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu
bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi
tenaga kerja dan mempengaruhi ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma
bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian
penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja
mencapai usia 55 ( lima puluh lima ) tahun atau memnuhi persyaratan tersebut.
4.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan unutk meningkatkan produktivitas tenaga
kerja sehingga dapat melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya
kesehatan dibidang penyembuhan ( kuratif ).
Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan
memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan
penggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.
Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan
(oreventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
Perlindungan Hukum Tenaga Kerja
Perlindungan
Pekerja Perempuan
Di dalam pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang bekerja
yaitu Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang
Perlindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 8. Per-04/Men/1989
tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Peremuan
pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha yang
Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul
07.00.
Semua peraturan tersebut secara jelas memberikan perlindungan kepada
perempuan. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun
2003.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita
adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
kerja dengan menerima upah.
Aturan
hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki,
seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan
dan lain-lain.
Pedoman
Hukum Bagi Pekerja Wanita
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76,
81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan
Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:
1.
Perlindungan
Jam Kerja
Perlindungan
dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul 07.00). Hal
ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang
mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:
·
Memberikan
makanan dan minuman bergizi
·
Menjaga
kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
·
Menyediakan
antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara
pukul 23.00 – 05.00.
Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berumur
di bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan
keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila
bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.
2.
Perlindungan
dalam masa haid
Pada Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja
wanita yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua
pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak
menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir.
3.
Perlindungan
Selama Cuti Hamil
Sedangkan
pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan
sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh.
Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara
penuh.
4.
Pemberian
Lokasi Menyusui
Pasal
83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah
ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang anaknya
masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat
dengan perusahaan.
5.
Peranan
Penting Dinas tenaga Kerja
Peran
Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja wanit
yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada
Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan
dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.
Hambatan-Hambatan
Hukum Bagi Pekerja Wanita
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan
pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi
dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja
sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.
Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan
mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan
undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya
ke muka sidang pengadilan.
Namun demikian, perempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa
hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah
dihormati dan dilaksanakan secara universal.
CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan
diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi
terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang:
·
Secara
sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;
·
Mencegah
masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik di
dalam maupun di luar negeri; atau
·
Mencegah
kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang
dimilikinya.
·
Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi
reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak
atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan
terhadap fungsi reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat
dan nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga
kerja yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini
juga sering terjadi pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka
untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta
bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum,
yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap
batal dan tidak berlaku.
Perlindungan
Pekerja Perempuan Berdasarkan Konvensi ILO
Konvensi ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua macam tambang di
bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang
umurnya tidak boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya
terdapat pada pasal 3.
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita
untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau
gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga,
yang harus dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan
barang oleh pengusaha dengan buruh berhubung dengan pekerjaan buruh”.
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir
pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh
diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama
nilainya.
Perlindungan Pekerja Anak
Masalah pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam ps.1
Undang-undang No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan),
yang sekaligus menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15
tahun, baik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan.
Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan tersebut sudah memadai dan
sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena sampai saat ini
masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang perlindungan
anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah
klasik dalam hal perlindungan anak.
Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam
Keppres No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk semua
masalah seputar anak yang kita temui.
Di dalam pasal 32 dari KHA,
dinyatakan bahwa anak mempunyai hak untuk dilindungi dari segala bentuk
eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan yang berbahaya dan
mengganggu pendidikannya, membahayakan kesehatannya atau mengganggu
perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak.
Oleh karena itu negara berkewajiban untuk menentukan batas usia minimum
pekerja anak, mengatur jam dan kondisi penempatan kerja, serta menetapkan
sanksi dan menjatuhi hukuman kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan
tersebut.
Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa Negara telah menunaikan core
obligation-nya melalui UU Ketenagakerjaan tersebut. Negara telah menetapkan
batas usia minimum pekerja anak, telah mengatur bahwa anak harus dihindarkan
dari kondisi pekerjaan yang berbahaya, dsb. Tetapi persoalan implementasi
merupakan masalah yang sangat berbeda.
Ada tiga pendekatan dalam memandang masalah pekerja anak, yaitu penghapusan
(abolition), perlindungan (protection), dan pemberdayaan (empowerment).
Pendekatan abolisi mendasarkan pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh
bekerja dalam kondisi apapun, karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk
bersekolah dan bermain, serta mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.
Sementara pendekatan proteksi mendasarkan pemikirannya pada jaminan
terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai warga negara setiap
anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan sebenarnya merupakan
lanjutan dari pendekatan proteksi, yang mengupayakan pemberdayaan terhadap
pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-haknya.
Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara
terus-menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala
bentuk pekerja anak.
Kondisi-kondisi yang sangat merugikan seperti diupah dengan murah, rentan
terhadap eksploitasi, rentan terhadap kecelakaan kerja, rentan terhadap PHK
yang semena-mena, serta berpotensi untuk kehilangan akses dan kesempatan
mengembangkan diri, menimbulkan kewajiban baru bagi negara untuk memberikan
perlindungan kepada anak yang terpaksa bekerja, dan bahwa kepada anak yang
bekerja harus diberikan perlindungan melalui peraturan ketenagakerjaan agar
mereka mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja sebagaimana orang dewasa dan agar
mereka terhindar dari segala bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan.
Jadi sementara negara belum bisa sepenuhnya menghapus pekerja anak,
setidaknya negara dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja anak, sebagai
anak dan sebagai pekerja, serta memberikan perlindungan bagi anak-anak yang
terpaksa bekerja, melalui cara memfasilitasi mereka dengan pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan.
Tetapi seperti halnya berbagai peraturan lainnya, kendala utamanya adalah
dalam hal pelaksanaan. Dan sejauh mana Negara telah memberikan perlindungan
terhadap pekerja anak, masih perlu kita kaji lebih lanjut.
Adapun
pasal-pasal yang menyebutkan tentang perlindungan pekerja anak yang termuat
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, sebagai berikut:
a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal
68), yaitu setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1
nomor 26).
b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan
bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai 15 tahun untuk melakukan pekerjaan
ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dari kesehatan fisik, mental dan
sosial (Pasal 69 ayat( 1)).
c. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada
pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Ijin tertulis dari orang tua/wali.
- Perjanjian kerja antara orang tua dan
pengusaha
- Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam
- Dilakukan pada siang hari dan tidak
mengganggu waktu sekolah.
- Keselamatan dan kesehatan kerja
- Adanya hubungan kerja yang jelas
- Menerima upah sesuai ketentuan yang
berlaku.
d. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama
pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja
pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
e. Anak dianggap bekerja bilamana berada di
tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya (Pasal 73).
f. Siapapun dilarang mempekerjakan anak
pada pekerjaan yang buruk, tercantum dalam Pasal 74 ayat (1). Yang dimaksud
pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat (2), yaitu :
- Segala pekerjaan dalam bentuk
pembudakan atau sejenisnya.
- Segala pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman
keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
- Segala pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, perjudian.
- Segala pekerjaan yang membahayakan
kesehatan, keselamatan atau moral anak.
Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI)
Sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen di
Indonesia yang mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan
perlindunganTenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan
terintegrasi. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan PresidenNomor 81 Tahun
2006. Sekarang BNP2TKI diketuai oleh Nusron Wahid yang dilantik pada 27
November 2014.
Tugas pokok
BNP2TKI adalah:
·
melakukan
penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan
Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan
penempatan;
·
memberikan
pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: dokumen;
pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); penyelesaian masalah; sumber-sumber
pembiayaan; pemberangkatan sampai pemulangan; peningkatan kualitas calon TKI;
informasi; kualitas pelaksana penempatan TKI; dan peningkatan kesejahteraan TKI
dan keluarganya.
sumber: https://www.scribd.com/doc/211948367/Makalah-Pkn-Tentang-Tenaga-Kerja-Indonesia
TUGAS UNTUK SISWA:
Bacalah artikel berikut:
JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa waktu
terakhir, omnibus law memicu banyak perdebatan di tingkat nasional. Istilah
omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato
pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. Omnibus law ini
sejatinya lebih banyak kaitannya dalam bidang kerja pemerintah di bidang
ekonomi. Yang paling sering jadi polemik, yakni ombinibus law di sektor
ketenagakerjaan yakni UU Cipta Lapangan kerja. Sebagaimana bahasa hukum
lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya,
omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU
sapujagat. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta
lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Baca juga: Omnibus Law, Jokowi Ganti SKK
Migas dengan BUMN Khusus? Omnibus law juga bukan barang baru. Di Amerika
Serikat, omnibus law sudah kerap kali dipakai sebagai UU lintas sektor. Ini
membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung mengamandemen beberapa UU
sekaligus. Omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill. Pemerintahan Presiden
Jokowi sendiri mengidentifikasi sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari
omnibus law. "Nah ini mohon didukung, jangan dilama-lamain, jangan
disulit-sulitin. Karena, ini sekali lagi untuk cipta lapangan kerja," kata
Jokowi seperti dikutip dari laman Setkab, Selasa (18/2/2020). Artinya, omnibus
law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa
aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu
payung hukum. Ditargetkan bisa dibahas di Desember 2019, draft RUU Omnibus Law
molor dan baru secara resmi diserahkan pemerintah pada DPR untuk dibahas pada
pekan lalu. Baca juga: Omnibus Law, Cuti Panjang Karyawan Tak Lagi Diatur
Pemerintah Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses
pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Hanya saja, isinya
tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Banyaknya UU yang
tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat omnibus law. Salah
satunya sektor ketenagakerjaan. Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana
menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU
Ketenagakerjaan. Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang
penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang penghargaan
ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan. Namun, jika
dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja
justru mengalami penyusutan. Di dalam omnibus law, pemerintah juga berencana
menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai
hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Baca juga: Dalam Omnibus Law, Jam Lembur Buruh Jadi Lebih Lama Melalui draf RUU
ini juga, pemerintah berencana mewajibkan perusahaan besar untuk memberikan
bonus kepada pekerjanya. Aturan mengenai pemberian gaji ini diatur dalam Pasal 92
tentang penghargaan lainnya. Sementara itu, Menterim Keuangan Sri Mulyani
Indrawati menyebut kalau kehadiran omnibus law bisa meredam gejolak ekonomi
global sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen. "Akhir
kuartal 2019 lalu, pertumbuhan konsumsi kita sedikit di bawah 5 persen dengan
pertumbuhan investasi hanya tumbuh 4,06 persen (Pembentukan Modal Tetap
Bruto/PMTB). Padahal kami sebagai Menteri Keuangan sebelumnya sempat
mengharapkan pertumbuhan investasi itu bisa mencapai 6 persen," kata Sri
Mulyani di Jakarta, Senin (17/2/2020). Namun demikian, mantan Direktur
Pelaksana Bank Dunia tersebut pun optimistis dalam memandang prospek
perekonomian Indonesia di 2020. Baca juga: Sri Mulyani Yakinkan Investor,
Omnibus Law Bisa Redam Gejolak Ekonomi Global Meski di awal tahun perekonomian
dunia telah diliputi oleh ketidakpastian salah satunya dengan wabah virus
corona yang menyebar dengan begitu cepat. “Kami benar-benar berharap tahun 2020
akan menjadi sedikit lebih optimistis seperti yang telah dinyatakan oleh banyak
institusi,” ujar Sri Mulyani. (Sumber: KOMPAS.com/Ade Miranti Karunia, Mutia
Fauzia, Rully R. Ramli | Editor: Erlangga Djumena, Yoga Sukmana)
1) Apa yang anda ketahui tentang omnibus law?
2) menurut anda, apa saja keuntungan dan kelemahan dari ombinibus law di sektor ketenagakerjaan yakni UU Cipta Lapangan kerja
3) berikan solusi anda agar omnibus law yang menjadi memicu banyak perdebatan di tingkat nasional mereda!
TUGAS DIKIRMKAN KE EMAIL gestiaristianti@gmail.com
BATAS WAKTU PENGIRIMAN TUGAS YAITU HARI SENIN, 4 MEI 2020 PUKUL 16.00 WIB
TETAP SEMANGAT UNTUK MENGERJAKAN TUGAS KARNA DAFTAR NILAI SISWA YANG MENGERJAKAN TUGAS SUDAH DIREKAP DAN AKAN MENJADI PERTIMBANGAN NILAI PPKn di PAT NANTI....